Karena Cinta, Ia Rela Berkorban

Karena Cinta, Ia Rela Berkorban


oleh M. Arif As-Salman
------------ ----


Sering kali saya perhatikan ketika melintasi jalan, seorang suami menggandeng
tangan istrinya dan ia mengangkat tangan memberi isyarat pada mobil
yang akan lewat agar berhenti atau mengurangi kecepatannya karena ia
dan istrinya ingin melewati jalan tersebut. Seperti halnya juga yang
saya lakukan ketika melintasi jalan raya.

Hal apa yang mendorong suami melakukan itu? Dan hal apakah yang bisa
kita petik dari pemandangan yang sudah biasa kita saksikan setiap hari
tersebut ketika melintasi sebuah jalan ?

Kalau tiba-tiba terjadi kecelakaan, maka yang pertama kali akan kena
tabrak adalah sang suami. Dan bila sang suami tersebut tanggap, dengan
cepat ia mendorong tubuh istrinya ke tepi jalan agar menghindarkan
istrinya dari tabrakan. Dan tinggallah sang suami terbaring dalam balut
darah yang deras mengalir di sekujur tubuhnya. Dalam keadaan seperti
itu ia masih tetap bisa tersenyum dan berkata, "Alhamdulillah istri
saya selamat."

Seorang suami yang baik dan cinta pada istrinya selalu terdepan
menjaga dan membela istrinya. Ia rela menempuh kesulitan, kepedihan dan
bahkan kesakitan demi istrinya.
Semua itu ia lakukan dengan landasan
cinta. Bunga cinta yang telah bermekaran di taman hati, nyanyian cinta
yang selalu mengisi hari-hari, matahari cinta yang menerangi jalan
kehidupan dan rembulan cinta yang menerangi kegelapan malam menjadi
sumber kekuatan menempuh pahit manisnya kehidupan.

Karena cinta, sang suami sanggup hidup susah dan menderita. Dan karena
cinta sang suami tak akan tega melihat istrinya sibuk mengurus rumah
dan anak sendiri. Panggilan suara-suara cinta yang selalu bergema dalam
hatinya membuatnya tak akan rela menyaksikan istrinya dalam
kesengsaraan.

Dan sekarang mari kita bertanya pada diri kita masing masing ...?

Adakah kecintaan kita pada Allah, Rasul, agama dan kaum muslimin
seperti halnya atau melebihi kecintaan seorang suami pada istrinya
sebagaimana yang kita gambarkan pada tulisan diatas?

Adakah kita mencintai Allah dengan sebenarnya sehingga kita patuh pada
perintahNya, meninggalkan laranganNya dan rela berkorban apapun untuk
keridhaanNya?

Adakah kita mencintai Rasulullah, sehingga kita menjadikan beliau
sebagai qudwah kita dalam menjalani kehidupan ini dan terdepan ketika
ada yang menghina dan melecehkan dirinya?

Adakah kita cinta pada agama ini, sehingga kita selalu dengan senang
hati menjalankan ajaran-ajarannya dan ketika ada yang merusak,
menghina, melecehkan dan menodai agama ini, kita berada di barisan
terdepan untuk membelanya?

Adakah kita mencintai kaum muslimin sehingga kita selalu hidup
rukun, damai dan tentram dalam bingkai ukhuwah tanpa ada yang menghina,
melecehkan, saling hantam, saling menyalahkan dan saling bunuh?

Pertanyaan-pertanya an tersebut sangat penting untuk selalu kita
tanyakan pada diri kita masing-masing. Kita perlu untuk selalu mengukur
rasa cinta yang kita miliki pada Allah, Rasul, agama dan kaum muslimin.

Dibanyak tempat, beberapa orang yang mengaku islam belum tampak
kesan keislaman pada tutur kata, pola pikir, tingkah laku dan amalan
ibadahnya. Mereka hanya baru islam dimulut atau islam KTP. Ketika azan
sudah berkumandang mereka masih sibuk dengan pekerjaan masing-masing,
dirumah, di kantor, di sawah, di kebun, di pasar dan berbagai tempat
lainnya. Tidak berpuasa di bulan ramadhan dan masih suka melakukan
praktek hidup bebas, korupsi dan berbagai tindak kriminal lainnya.

Di beberapa tempat lainnya Rasulullah dihina, islam dilecehkan,
Al-Qur`an dihujat, kaum muslimin dibantai dan para wanitanya dinodai.

Namun hanya sebagian kecil dari kaum muslimin yang jumlahnya 1 miliar
lebih di muka bumi ini yang bergerak untuk menyadarkan kaum muslimin
yang telah salah jalan untuk kembali ke jalan yang benar, untuk
berjuang membela Nabi Muhammad, membela islam yang ternodai dan membela
kaum muslimin yang terzholimi.

Kemana mereka yang mengaku mencintai Allah dan Rasul tersebut?
Kenapa ketika bahaya datang menyerang bangunan islam kita tidak melihat
mereka berdiri di depan. Seakan-akan mereka telah ditelan oleh bumi.

Ataukah mereka hanya mencintai islam agar dapat mengantarkan mereka
meraih keuntungan dunia dan nafsu semata dengan menjadikan agama
sebagai kendaraan untuk meraih harta dan jabatan dunia.

Kemana mereka yang katanya rela dicampakkan kedalam kesengsaraan dan penderitaan demi menjauhkan islam dari bahaya?

Sebenarnya mereka tidak mencintai islam. Karena sikap seperti itu
bukanlah dinamakan cinta. Karena cinta adalah memberi bukan meminta
dari yang dicintai. Karena cinta adalah berkorban untuk yang dicintai
bukan mengorbankan yang dicintai untuk meraih keuntungan peribadi.

Pemandangan sang suami yang menggandeng tangan istrinya ketika
melintasi sebuah jalan sedikit banyaknya bisa kita ambil pelajaran,
bahwa cinta yang telah menghujam kuat dalam hati sang suami membuatnya
berada dalam barisan tedepan menjaga, membela dan rela berkorban untuk
istrinya.

Begitu juga semestinya yang harus dilakukan oleh setiap muslim,
perasaan cinta yang yang telah menghujam kuat dalam dirinya juga harus
membuat ia selalu terdepan dalam membela dan menjaga agama Allah ini.

Dan kalaulah kecintaan setiap muslim pada Allah, RasulNya, agama dan
kaum muslim seperti halnya dan melebihi kecintaan sang suami pada istri
sebagaimana yang kita gambarkan pada tulisan diatas, maka insya Allah
Islam akan berjaya, umat islam akan menjalankan agamanya sesuai yang
Allah perintahkan dan kita tidak akan mendengar lagi musuh-musuh islam
yang berani menghina Allah, menghujat Rasulullah, menodai agama dan
membunuh kaum muslimin dan menodai wanita-wanita kaum muslimin. Islam
akan dihargai, dihormati dan dengan izin Allah akan berbondong-bondong
manusia memeluk agama Allah yang mulia dan sempurna ini. Semoga bisa
menjadi renungan kita bersama.

Salam,

Abu Fathma

Post a Comment

Please Select Embedded Mode To Show The Comment System.*

Previous Post Next Post