IBU : AMANKAH MSG BAGI JANIN?

Meski masih dalam penelitian, pemakaian MSG (monosodium glutamat) dalam jumlah tertentu disinyalir berpengaruh buruk pada janin.
Survei yang dilakukan Public Interest Research and Advocacy Center di Jakarta memublikasikan banyaknya camilan yang mengandung MSG. Ironisnya, pihak produsen cenderung enggan mencantumkan kandungan zat tersebut dalam kemasannya. Gawatnya lagi, melalui surat elektronik yang dikirim ke berbagai pihak disebutkan bahwa janin yang dikandung oleh ibu hamil yang mengonsumsi MSG dalam jumlah tertentu akan menuai serangkaian efek buruk.
MSG atau yang lebih dikenal dengan istilah vetsin, micin, atau bumbu penyedap yang dikonsumsi ibu hamil disebut-sebut dalam surat elektronik tersebut dapat menembus plasenta janin. Senyawa ini kemudian akan menembus jaringan di berbagai organ penting. Akibatnya, yang bersangkutan akan mengalami gangguan hati, hipertensi, stres dan demam tinggi. Selain itu, MSG juga memicu reaksi gatal-gatal, bintik-bintik merah di kulit, keluhan mual, muntah-muntah, sakit kepala, migren, asma, bahkan depresi.
Membaca informasi semacam itu, siapa yang tak jadi ciut nyalinya, terutama ibu-ibu yang tengah berbadan dua. Betulkah itu semua? "Dari sejumlah artikel ilmiah yang saya baca, itu semua masih berupa dugaan dan sedang diteliti kebenarannya," ungkap DR. dr. Saptawati Bardosono, M. Sc., dari Departemen Ilmu Gizi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Meski pembuktiannya masih menjadi perdebatan banyak pihak, namun ada baiknya jika ibu hamil berhati-hati dengan butiran kristal yang membuahkan rasa lezat pada makanan ini.
MENGENAL MSG
Pada dasarnya monosodium glutamat adalah salah satu senyawa kimia yang pada konsentrasi tertentu tidak memiliki rasa, namun dapat memperkuat atau memodifikasi rasa makanan secara komersial. Rasa nikmat yang dikecap lidah diyakini karena adanya bahan aktif glutamat yang sebetulnya sudah sangat akrab dengan kehidupan sehari-hari manusia. Soalnya, secara alami glutamat ada dalam bahan-bahan makanan, seperti tomat, keju, kaldu daging sapi atau ikan.
Glutamat juga diperoleh dari hasil metabolisme dalam tubuh antara asam amino (protein) dan karbohidrat. Pada dasarnya glutamat dibutuhkan usus dan plasenta sebagai sumber energi yang penting. Di otak, contohnya, glutamat berfungsi meningkatkan rangsang pengantar pesan pada saraf.
Yang pasti, glutamat yang berasal dari bahan makanan alami tidak menimbulkan kerusakan jaringan otak. Malahan, glutamat yang diproduksi tubuh dapat menyebabkan terjadinya kerusakan jaringan otak yang akut yang bisa berlanjut menjadi serangan epilepsi, kekurangan aliran darah otak, ataupun kerusakan jaringan otak. Bila terjadi bertahun-tahun, gangguan-gangguan tersebut akan menyebabkan kemunduran fungsi saraf.
Untuk mengontrolnya, transfor glutamat dalam sel otak memegang peranan penting. Tidak saja untuk menyediakan glutamat dalam proses pemecahan dan sintesis protein. Namun juga untuk menghentikan aksi perangsangan saraf sekaligus menjaga konsentrasi glutamat pada tingkat aman agar tidak menyebabkan kerusakan saraf otak.
Banyak penelitian sudah dilakukan untuk mendudukkan zat ini secara proporsional, apakah lebih banyak manfaatnya ataukah justru mudaratnya. Selain penelitian di atas yang menyebutkan sederet efek negatif dari MSG, ada juga penelitian yang membuktikan bahwa konsumsi MSG tidak berpengaruh pada sekresi/keluaran hormon hipofisis anterior di otak. Ini karena MSG tidak dapat menembus bagian otak (hipotalamus) yang mengatur kelenjar hormon tersebut. Selain itu, terdapat penghalang antara aliran darah dan jaringan otak yang mengatur pertahanan kadar glutamat dalam cairan otak.
SEJAUH INI AMAN, KOK
Jadi amankah MSG dikonsumsi ibu hamil? "Dalam jumlah tertentu, sejauh ini masih dikategorikan aman. Di Amerika sendiri, badan pemeriksa obat dan makanan (FDA) masih mengklasifikasikan MSG sebagai bahan yang aman," papar pengasuh rubrik Tanya Jawab Gizi Ibu di nakita.
Menurutnya, glutamat tidak dapat melalui barier plasenta. Dengan kata lain, MSG yang dikonsumsi ibu hamil tidak secara langsung berpengaruh pada janin yang dikandungnya. Konsumsi MSG juga tidak terbukti ada kaitannya dengan peningkatan kadar glutamat dalam ASI. Dengan demikian tidak ada pengaruhnya pada bayi karena metabolisme glutamat pada bayi boleh dibilang hampir serupa dengan manusia dewasa.
Meski demikian, MSG sejak lama diduga menyebabkan kumpulan gejala penyakit yang dikenal dengan sebutan Chinese Restaurant Syndrome (CRS). Gejala yang ditimbulkan antara lain rasa kebal pada daerah leher belakang dan lengan, sekujur badan terasa lemah dan terjadi peningkatan denyut nadi. Selain itu, konsumsi MSG juga diduga berkaitan dengan tercetusnya berbagai gangguan alergi seperti asma, gatal, infeksi kulit, gangguan irama jantung, kelainan saraf tepi dan gangguan pencernaan.
Membuktikan semua dugaan tersebut memang masih harus melalui jalan panjang. Sebab selama ini penelitian baru sebatas dilakukan pada hewan, dalam hal ini tikus, dan belum dilakukan pada manusia. Kendati begitu, gejala yang sama juga dapat muncul akibat konsumsi alkohol dan garam dalam jumlah berlebihan. Jadi, tukas Tati, "Tidak spesifik karena MSG saja."
0,3-1 GRAM PER HARI
Seperti telah disebut di atas, dalam jumlah tertentu konsumsi MSG masih dianggap aman. Beberapa negara industri dan negara maju, menetapkan konsumsi MSG yang masih bisa ditoleransi adalah 0,3-1 gram per hari. Selain ditambahkan sebagai bumbu masakan, selama ini makanan instanlah yang dituding sebagai "gudang" MSG. Mengenai jumlahnya, tak diketahui pasti karena banyak produsen enggan menuliskannya pada setiap kemasan. Karenanya, amat dianjurkan agar ibu hamil jeli membaca keterangan yang tertera pada kemasan produk sekaigus cerdas memilah-milah dan membuat keputusan.
Sayangnya, karena senyawa ini tercampur sedemikian rupa dalam makanan, banyak orang yang sama sekali tidak menyadarinya ketika sudah mengonsumsi MSG dalam jumlah berlebih. Jumlahnya dikategorikan melampaui batas bila konsumsi MSG mencapai 30 mg/kg BB per hari. Melalui metabolisme di usus dan hati, konsumsi MSG sebanyak ini akan menyebabkan peningkatan kadar glutamat dalam sirkulasi darah yang bisa berakibat fatal.
Untuk menghitung secara teliti sudah berapa banyak MSG yang masuk dalam tubuh jelas sama sekali tidak mudah. Tentu akan lebih mudah dan praktis jika ibu hamil dengan kesadarannya sendiri membatasi pemakaian MSG. Ibu bekerja yang selalu makan siang di kantor, contohnya. Karena tidak bisa memastikan berapa banyak kandungan MSG dalam makanan yang dibelinya, maka amat disarankan untuk menyiapkannya sendiri di rumah agar terbebas dari MSG. Kalaupun ketika di luar rumah tak bisa menghindar dari penggunaan senyawa ini, mengapa pemakaian di rumah tidak dibatasi seminimal mungkin.
Penelitian tentang bahaya MSG memang masih terus berjalan. Para ilmuwan yang meneliti pun sampai saat ini belum menemukan kata sepakat. Bisa jadi hasil yang dipublikasikan hari ini berbeda dengan esok dan lusa. Nah, supaya tidak menyesal kemudian, mengapa tidak mulai membatasinya dari sekarang. Toh rasa sedap tidak harus didapat dari butiran kristal ini. Bukankah bahan makanan yang segar, bumbu yang proporsional, cara memasak yang tepat pun akan menghasilkan masakan istimewa, meski tanpa MSG?
ZAT LAIN YANG BERBAHAYA
Mengatasnamakan kepraktisan, makanan siap saji dalam kemasan pun sering menjadi pilihan ibu rumah tangga, tak terkecuali mereka yang sedang hamil. Padahal makanan dalam kemasan, selain mengandung MSG, biasanya juga ditambahkan berbagai kandungan artifisial lain. Sebutlah zat pewarna, zat pemanis buatan dan bahan pengawet.
Zat pewarna yang tergolong berbahaya di antaranya zat pewarna yang tidak ditujukan untuk makanan/minuman. Yang paling banyak ditemukan di antaranya adalah zat pewarna tekstil dan bahan pembuat cat, semisal rhodamin B dan methanyl yellow. Padahal efeknya tak main-main: penggunaan zat-zat ini secara tidak bertanggung jawab dapat menyebabkan gangguan fungsi tubuh, dari gangguan fungsi hati sampai kanker.
Pemanis buatan apabila diberikan dalam jumlah besar dan dikonsumsi dalam waktu lama juga dapat menyebabkan kanker kandung kemih. Begitu juga formalin dan boraks. Sebagai bahan pengawet yang jelas-jelas dilarang penggunaannya untuk makanan dan minuman, masih saja dijumpai dalam bakso dan makanan lain yang membutuhkan kekenyalan. Atau penggunaan kloramfenikol agar udang terlihat selalu segar, dan minyak nabati yang dibrominasi supaya jernih.
TIP MEMILIH MAKANAN AMAN
* Ibu hamil sebaiknya mengonsumsi makanan yang mengandung karbohidrat, protein, lemak, vitamin dan mineral.
* Konsumsi bahan-bahan makanan yang segar secara bervariasi
* Sumber karbohidrat di antaranya nasi, bubur, mi, roti, dan sejenisnya.
* Sumber protein hewani di antaranya daging sapi, ayam, ikan, telur, dan sejenisnya.
* Sumber protein nabati seperti tahu, tempe, kacang-kacangan, dan sejenisnya.
* Sumber lemak semisal minyak goreng, mentega, dan sejenisnya.
* Sumber vitamin dan mineral yakni sayur mayur berwarna hijau dan buah-buahan.
* Makanlah secara teratur dengan porsi lebih banyak dari biasanya saat sebelum hami.
Marfuah Panji Astuti. Foto: Iman/NAKITA

Post a Comment

Please Select Embedded Mode To Show The Comment System.*

Previous Post Next Post