Membedah Tentang UU Pornografi & Pornoaksi Session I

Membedah Tentang UU Pornografi & Pornoaksi Session I

www.eramuslim.com

Bagi orang-orang seperti ini, terbitnya majalah Playboy di Indonesia
dianggap suatu kemajuan. Kian banyaknya bar, diskotik, dan sebagainya
adalah suatu modernisasi. Modern atau tidaknya seseorang dinilai dari cara
pandang dia terhadap pakaian: semakin terbuka pakaiannya, maka akan semakin
dianggap maju wawasan seseorang.
Berbagai dalih yang dikemukakan kubu penolak UU Pornografi diduga kuat
hanyalah kedok bagi “ketakutan” mereka, atau mungkin lebih tepatnya
“paranoia” mereka, terhadap segala sesuatu yang berbau penerapan syariat
Islam. Jika kita mengikuti berbagai milis di internet yang membahas tentang
pro dan kontra tentang undang-undang ini, maka kita akan dengan mudah
menemukan frasa “Penerapan Talibanisme di Indonesia”, “Talibanisasi
perundangan di Indonesia”, dan sebagainya. Seolah-olah sedikit demi
sedikit, negeri yang terdiri dari berbagai suku bangsa dan agama ini akan
diubah oleh suatu kelompok menjadi negeri yang berbasiskan agama Islam,
atau jika mau lebih tegas lagi: Mereka mengira negeri ini akan menjadi
negeri Islam.
Ketakutan atau paranoia yang sama juga pernah terjadi saat kubu reformis
terbelah menjadi dua sesaat setelah Presiden Suharto mundur digantikan oleh
BJ. Habibie, lalu UU Sisdiknas. Alasan yang dikemukakan nyaris sama
sebangun: keanekaragaman, pluralisme, Bhineka Tunggal Ika, konsensus
nasional, dan tetek-bengek lainnya. Mereka juga menggelar aneka unjuk rasa
yang antara lain pesertanya dikomando agar mengenakan pakaian adat dari
berbagai daerah seolah-olah kubu yang berseberangan dengannya begitu bodoh
lupa jika Indonesia atau Nusantara terdiri dari ribuan pulau dan suku
bangsa. Mereka seolah menjadi garda terdepan yang menjaga keutuhan negeri
Pancasila ini..
Dan yang lebih ekstrem lagi, teriakan akan memisahkan diri dari NKRI alias
ancaman separatisme pun menjadi senjata andalan mereka. Ini mengingatkan
kita akan ulah segelintir politikus non-Muslim di tahun 1945 yang mendesak
agar tujuh kata yang mewajibkan umat Islam melaksanakan syariat Islam di
Indonesia, yang dikenal sebagai Piagam Jakarta, dihapuskan.
Sejarah bangsa ini dengan tegas memaparkan kepada kita semua jika selama
ratusan tahun umat Islamlah yang mati-matian merebut dan menjaga
kemerdekaan negeri ini dari tangan para penjajah. Islam masuk ke Indonesia
dengan senyum, keramahan, dan penuh keamaian. Berbeda sekali dengan agama
lain yang masuk bersamaan dengan datangnya penjajah Barat ke Nusantara yang
sejak sekolah dasar kita telah kenal semboyan mereka: Gold, Glorious,
Gospel (Merampok emas sebanyak-banyaknya, Menaklukkan daerah-daerah
seluasnya, dan Menyebarkan salib kemanapun tanah kau injak).
Dalam berbagai peperangan pun sejarah telah menunjukkan kepada kita jika
umat Islam selalu anti penjajahan asing terhadap negeri ini. Beda dengan
mereka yang kebanyakan rela menjadi kacung-kacung penjajah bule dan
menindas saudara-saudara sebangsanya demi mendapat fulus dan sekerat keju
dari Tuan Van Meele. Buku karya Bung Tomo tentang 10 Nopember 1945
merupakan salah satu buku yang sedikit banyak memuat fakta sejarah ini.
Liberalisme
Kubu penentang UU Pornografi, juga UU Sisdiknas, memiliki agenda tersendiri
yang ingin melihat bangsa dan negara ini menjadi negara yang serba
permisif, bebas liberal serba boleh seperti di AS dan Barat, dan tentunya
jauh dari moral dan etika ketimuran yang sesungguhnya lekat dengan
nilai-nilai keislaman.
Kubu penentang UU Pornografi hari ini mungkin saja menamakan gerakannya
sebagai “Gerakan Syahwat Merdeka”, namun di lain hari mereka akan menamakan
gerakannya lain lagi tergantung proyek yang tengah digarap. Namun bagi yang
jeli, orang atau tokoh-tokohnya ternyata ya itu-itu juga. Tidak usah
jauh-jauh dari sosok sahabat Zionis seperti AW dan orang-orang di
sekelilingnya, seperti halnya yang berkumpul di dalam AKKBB. Sami mawon.
Bagi orang-orang seperti ini, terbitnya majalah Playboy di Indonesia
dianggap suatu kemajuan. Kian banyaknya bar, diskotik, dan sebagainya
adalah suatu modernisasi. Modern atau tidaknya seseorang dinilai dari cara
pandang dia terhadap pakaian: semakin terbuka pakaiannya, maka akan semakin
dianggap maju wawasan seseorang. Sebenarnya kalau kita mau jujur, cara
pandang ini sungguh-sungguh ndeso. Di negeri-negeri Barat sana, orang-orang
tengah mencari-cari formula apa yang mampu untuk menyembuhkan kerusakan
moral bangsanya dan memalingkan wajahnya ke Timur., sedangkan kita
mengangap Barat merupakan tatanan masyarakat yang sangat beradab.
Jika mau jujur, agenda mereka dengan segala gerakannya sesungguhnya
bertujuan satu: menghalang-halangi undang-undang Allah SWT diterapkan di
negeri ini. Titik. Sampai kapan pun, mereka akan tetap seperti ini, dengan
berbagai alasan yang dibuat-buat, dengan berbagai dalih yang dikemukakan
berulang-ulang, dengan berbagai logika yang dipaksa-paksakan. Jadi, bagi
kita jangan sampai tertipu jika di lain hari mereka akan menamakan
kelompoknya sebagai A dan di hari esoknya mengaku sebagai Z. Wallahu’alam
bishawab.(rd/Tamat)

Post a Comment

Please Select Embedded Mode To Show The Comment System.*

Previous Post Next Post