Membedah Agenda Penolakan UU Pornografi & Pornoaksi Session II

Membedah Agenda Penolakan UU Pornografi & Pornoaksi Session II

www.eramuslim.com

Ketika sebagian anak bangsa ingin menyelematkan negeri ini dari segala yang
berbau porno, banyak yang mengecam dan menentangnya dengan berbagai dalih
dan alasan yang tidak cerdas. Mereka mengatakan jika UU Pornografi ini
mengekang kebebasan dan hak individual, mengancam NKRI, dan sebagainya.
Benarkah UU Pornografi demikian?
Indonesia adalah negeri yang sarat paradoks. Katanya negeri yang ramah
tamah, namun kerusuhan dan konflik di mana-mana. Katanya negeri yang kaya
raya gemah ripah loh jinawi, tapi kemiskinan tambah parah sehingga banyak
rakyatnya yang mati bunuh diri. Katanya negeri mayorits Muslim terbesar
dunia, tapi kok pornografi dan pornoaksi bisa tetap aman dan kian tahun
kian gila saja: beberapa anggota parlemennya tertangkap basah berbuat zina
dan korupsi (yang belum ketahuan masih banyak lagi), ikon pornografi dunia
seperti majalah Playboy bisa dibeli oleh anak usia di bawah 10 tahun (!),
penjara penuh oleh kasus-kasus pelecehan seks, hit situs porno tertinggi di
dunia, dan sebagainya.
Dan yang juga aneh, ketika sebagian anak bangsa ingin menyelematkan negeri
ini dari segala yang berbau porno, banyak yang mengecam dan menentangnya
dengan berbagai dalih dan alasan yang tidak cerdas. Mereka mengatakan jika
UU Pornografi ini mengekang kebebasan dan hak individual, mengancam NKRI,
dan sebagainya. Benarkah UU Pornografi demikian?
Dalam halaman yang sangat terbatas ini tentu kita tidak bisa memaparkan
seluruh isi dari UU Pornografi tersebut. Namun untunglah ada tulisan dari
Inke Maris MA, seorang jurnalis senior yang kini memimpin LSM The Save
Indonesian Children Alliance (Aliansi Selamatkan Anak Indonesia) berjudul
“Sangat Mendukung UU Pornografi” yang dimuat dalam Suarapublika (Republika,
3/11) menulis, “Intisari RUUP dapat dibaca dari empat pasal saja. Pasal 1,
4, 11, dan 12 gamblang menjelaskan tujuannya adalah:
- Menghambat penyebaran pornografi yang mesum dan cabul (indecent and
obscene sexually arousing material),
- Melindungi anak-anak (di bawah 18 tahun sesuai konvensi nasional) dari
akses terhadap pornografi dan melindungi anak-anak dari dijadikan objek
seks,
- Larangan pornografi disebarluaskan melalui berbagai media yang memuat
persenggamaan, ketelanjangan, dan kesan ketelanjangan, persenggamaan dengan
penyimpangan, kekerasan seksual, dan onani.
- Yang dikriminalkan adalah produsen, pengedar dan pelaku/model pornografi
laki dan perempuan yang melakukan tanpa dipaksa.”
Inke Maris menulis, “Silakan periksa, tidak satu pun dari 44 pasal RUPP
yang mengancam atau berimplikasi mengancam keanekaragaman bangsa Indonesia
atau mengancam pluralisme, atau mengkriminalkan tubuh perempuan, atau
mengancam agama, atau mengancam seniman. Jika ada yang mengatakan demikian
dan kita percaya, maka segelintir orang telah berhasil mengelabui kita.”
Adapun segala bentuk ketelanjangan dan atau sesuatu yang menyiratkan
ketelanjangan yang sudah lama menjadi bagian dari adat istiadat dan
sebagainya, maka hal itu juga sudah dikecualikan dengan adanya pasal 14 UU
Pornografi yang berbunyi: Pembuatan, penyebarluasan, dan penggunaan materi
seksualitas dapat dilakukan untuk kepentingan dan memiliki nilai: a.seni
dan budaya; b.adat istiadat; dan c.ritual tradisional. Pasal 14 ini
merupakan bentuk akomodir dari berbagai aspirasi dari daerah, jadi
sesungguhnya UU Pornografi ini sudah cukup lengkap dan sempurna.
Walau demikian, kubu penolak UU Pornografi tetap bersikeras jika UU ini
mengancam pluralisme atau keanekaragaman, mengkriminalkan perempuan, dan
banyak lagi dalih yang tidak berdasar. Sikap mereka ini sama persis dengan
apa yang diungkap oleh sutradara Nia Dinata, salah satu penolak UU
Pornografi di dalam acara debat TV One beberapa waktu lalu yang dengan
tegas mengatakan, “Kami menolak semua pasal dalam UU Pornografi itu!”
Pernyataan ini tentu mengagetkan karena mereka berarti tidak setuju alias
menentang semua UU Pornografi yang sangat bagus yang antara lain berbunyi:
“Pengaturan pornografi bertujuan: a.mewujudkan dan memelihara tatanan
kehidupan masyarakat yang beretika, berkepribadian luhur, menjunjung tinggi
nilai-nilai Ketuhanan Yang Maha Esa, serta menghormati harkat dan martabat
kemanusiaan; b.memberikan pembinaan dan pendidikan terhadap moral dan
akhlak masyarakat; c.memberikan kepastian hukum dan perlindungan bagi warga
negara dari pornografi, terutama bagi anak dan perempuan; dan d.mencegah
berkembangnya pornografi dan komersialisasi seks di masyarakat.” (Pasal 3)
“Setiap orang dilarang mengajak, membujuk, memanfaatkan, membiarkan,
menyalahgunakan kekuasaan atau memaksa anak dalam menggunakan produk atau
jasa pornografi.” (Pasal 12) dan sebagainya.
Nia Dinata dan penolak UU ini tentu tidak mau dan tidak sudi anak-anaknya
menjadi korban perkosaan atau pelecehan seksual misalkan, tapi mereka tetap
menolak UU Pornografi ini. Sesuatu yang sangat aneh, bukan?
Dalam tulisan ketiga, akan sama-sama kita bedah apa sesungguhnya yang
menjadi ketakutan para penolak UU Pornografi ini, yang ternyata bukan
karena muatan pasal-pasalnya an-sich, namun disebabkan oleh ketakutan yang
tidak mendasar yang mereka yakini berada di balik UU Pornografi (dan juga
UU Sisdiknas dulu) yang ditiup-tiupkan oleh kelompok-kelompok tertentu yang
memang memiliki sejarah yang panjang untuk menghancurkan bangsa ini.
(bersambung/rd)

Post a Comment

Please Select Embedded Mode To Show The Comment System.*

Previous Post Next Post