PANDUAN PRAKTIS AMALIAH RAMADHAN

Assalaamu'alaikum Wr. Wb.

Semoga bermanfaat...


PANDUAN PRAKTIS AMALIAH RAMADHAN

Bagi umat Islam, Ramadhan bukan sekedar salah satu nama bulan
Qomariyah, tapi dia memiliki makna tersendiri. Ramadhan bagi seorang Muslim
adalah rihlah dari kehidupan materialistis kepada kehidupan ruhiyah, dari
kehidupan yang penuh dengan berbagai masalah keduniaan menuju kehidupan yang
penuh tazkiyatus nafs (pembersihan jiwa) Dan riyadhotur ruhiyah (olah
rohani). Kehidupan yang penuh dengan amal taqarrub kepada Allah, mulai dari
tilawah Al-Quran, menahan syahwat dengan shiyam, sujud dalam qiyamul lail,
ber’itikaf di masjid, Dan lain-lain. Semua ini dalam rangka merealisasikan
inti ajaran Dan hikmah puasa Ramadhan yaitu: agar kalian menjadi orang yang
bertaqwa, Allah Swt berfirman: Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas
kamu berpuasa sebagaimana telah diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu
agar kamu bertaqwa (QS 2:183).

Ramadhan juga merupakan bulan latihan bagi peningkatan kualitas
pribadi seorang Muslim. Hal itu terlihat pada esensi puasa yakni agar
manusia selalu dapat meningkatkan nilainya di hadapan Allah SWT dengan
bertaqwa, disamping melaksanakan amaliyah-amaliyah positif yang Ada pada
bulan Ramadhan. Diantara amaliyah-amaliyah Ramadhan yang telah dicontohkan
oleh Rasulullah Saw --baik itu amaliyah ibadah maupun amaliyah ijtima’iyah--
adalah sebagai berikut :

Shiyam (puasa)

Amaliyah terpenting pada bulan Ramadhan tentu saja adalah shiyam (puasa),
sebagaimana termaktub dalam firman Allah pada QS. 2:183-187. Diantara
amaliyah shiyam Ramadhan yang diajarkan oleh Rasulullah adalah :

a. Berwawasan yang benar tentang puasa dengan mengetahui Dan menjaga
rambu-rambunya.

Puasa bukanlah sekedar tidak makan Dan tidak minum, tapi Ada rambu-tambu
kehidupan yang harus ditaati sehingga puasa itu menjadi sarana tarbiyyah
(pendidikan) menuju kehidupan yang bertaqwa kepada Allah Swt. Puasa seperti
inilah yang bisa menghapus dosa seorang Muslim, Rasulullah Saw bersabda:
Barangsiapa berpuasa Ramadhan kemudian mengetahui rambu-rambunya Dan
memperhatikan apa yang semestinya diperhatikan, maka hal itu akan menjadi
pelebur dosa-dosa yang pernah dilakukan sebelumnya” (HR. Ibnu Hibban Dan
Al-Baihaqi).

Tidak meninggalkan shiyam, walaupun sehari, dengan sengaja tanpa alasan yang
dibenarkan oleh syariat Islam.

Puasa Ramadhan merupakan ibadah yang mesti ditunaikan, tanpa uzur syar’I
(halangan yang bisa dibenarkan menurut syari’at), maka seorang Muslim tidak
boleh meninggalkan puasa. Ini merupakan dosa yang sangat besar sehingga
tidak bisa ditebus meskipun seseorang berpuasa sepanjang masa, Rasulullah
SAW bersabda : “Barangsiapa tidak puasa pada bulan Ramadhan sekalipun sehari
tanpa alasan rukhshoh atau sakit, hal itu (merupakan dosa besar) yang tidak
bisa ditebus bahkan seandainya IA berpuasa selama hidup” (HR.At-Turmudzi).

c. Menjauhi hal-hal yang dapat mengurangi atau bahkan menggugurkan nilai
shiyam.

Puasa merupakan pendidikan untuk menahan diri dari hal-hal yang tidak
benar, bila hal itu tidak bisa ditinggalkan, maka tidak Ada nilai atau
paling tidak berkurang nilai ibadah seseorang, Rasulullah SAW pernah
bersabda: “Bukanlah (hakikat) shiyam itu sekedar meninggalkan makan Dan
minum, melainkan meninggalkan pekerti sia-sia (tak ternilai) Dan kata-kata
bohong” (HR.Ibnu Hibban Dan Ibnu Khuzaimah). Rasulullah juga pernah bersabda
bahwa : “Barangsiapa yang selama berpuasa tidak juga meninggalkan kata-kata
bohong bahkan mempraktekkannya, maka tidak Ada nilainya bagi Allah apa yang
IA sangkakan sebagai puasa, yaitu sekedar meninggalkan makan Dan minum” (HR
Bukhori Dan Muslim).

d. Bersungguh-sungguh melakukan shiyam dengan menepati aturan-aturannya.

Ibadah puasa merupakan ibadah yang harus dilaksanakan dengan penuh
kesungguhan sehingga apa yang menjadi ketentuannya bila dipatuhi,
Rasulullah SAW bersabda: ”Barangsiapa berpuasa Ramadhan dengan sepenuh iman
Dan kesungguhan, maka akan diampunkanlah dosa-dosa yang pernah dilakukan.”
(HR. Bukhori, Muslim Dan Abu Daud).

e. Bersahur.

Bagi orang yang hendak berpuasa, disunnahkan untuk makan sahur pada
saat sebelum tiba waktu subuh (fajar), sahur merupakan makanan yang berkah
(Al-ghoda’ al-mubarok). Dalam hal ini Rasulullah pernah bersabda bahwa
:”Makanan sahur semuanya bernilai berkah, maka jangan Anda tinggalkan,
sekalipun hanya dengan seteguk air. Allah Dan para Malaikat mengucapkan
salam kepada orang-orang yang makan sahur” (HR. Ahmad).

f. Ifthor.

Ketika waktu maghrib telah tiba, yakni saat matahari telah terbenam,
maka saat itulah waktu berbuka sehingga sangat ditekankan kepada orang yang
berpuasa untuk segera berbuka puasa. Rasulullah pernah menyampaikan bahwa
salah satu indikasi kebaikan umat manakala mereka mengikuti sunnah dengan
mendahulukan ifthor Dan mengakhirkan sahur. Sabda Rasulullah Saw:
“Sesungguhnya termasuk hamba Allah yang paling dicintai oleh-Nya ialah
mereka yang bersegera berbuka puasa” (HR. Ahmad Dan Tirmidzi). Bahkan beliau
mendahulukan ifthor walaupun hanya dengan ruthob (kurma mengkal), atau tamr
(kurma) atau air saja (HR. Abu Daud Dan Ahmad).

g. Berdoa. Sesudah menyelesaikan ibadah puasa dengan berifthor, Rasulullah
SAW sebagaimana yang beliau lakukan sesudah menyelesaikan suatu ibadah, Dan
sebagai wujud syukur kepada Allah, beliau membaca do’a sebagai berikut:

Úä ÇäÓ ÞÇá ßÇä ÑÓæá Çááå Õáì Çááå Úáíå æÓáã ÅÐÇ ÃÝØÑ ÞÇá : ÈÓã Çááå Çááåã áß
ÕãÊ æÚáì
ÑÒÞß ÃÝØÑ Ê. æÒÇÏ ÇÈä ÚÈÇÓ æÞÇá : ÝÊÞÈá ãäí Åäß ÇäÊ ÇáÓãíÚ ÇáÚáíã. æÚä ÇÈä
ÚãÑ
ÞÇá ßÇä ÑÓæá Çááå Õáì Çááå Úáíå æÓáã ÅÐÇ ÇÝØÑ ÞÇá : ÐåÈ ÇáÙãà æÇÈÊáÜÊ
ÇáÚÑæÞ æËÈÊ
ÇáÇÌÑ ÅäÔÇÁ Çááå

Rasulullah bahkan mensyariatkan agar orang-orang yang berpuasa banyak
memanjatkan do’a, sebab do’a mereka akan dikabulkan oleh Allah. Dalam hal
ini beliau pernah bersabda bahwa : “Ada tiga kelompok manusia yang do’anya
tidak ditolak oleh Allah. Yang pertama ialah do’a orang-orang yang berpuasa
sehingga mereka berbuka” (HR.Ahmad dan Turmudzi).

Tilawah (membaca) Al-Quran

Ramadhan adalah bulan diturunkannya Al-Quran (QS.2:185). Pada bulan ini
malaikat Jibril pernah turun dan menderas Al-Quran dengan Rasulullah SAW (HR
Bukhari). Maka tidak aneh jika Rasulullah SAW lebih sering membacanya pada
bulan Ramadhan. Iman Az-Zuhri pernah berkata :”Apabila datang Ramadhan maka
kegiatan utama kita (selain shiyam) ialah membaca Al-Quran”. Hal ini tentu
saja dilakukan dengan tetap memperhatikan tajwid dan esensi dasar
diturunkannya Al-Quran untuk ditadabburi, dipahami, dan diamalkan (QS.Shod:
29).

Ith’am Ath-Tho’am (memberikan makanan dan shadaqah lainnya)

Salah satu amaliyah Ramadhan Rasulullah ialah memberikan ifthor (santapan
berbuka puasa) kepada orang-orang yang berpuasa. Seperti sabda beliau:
“Barangsiapa yang memberi ifthor kepada orang-orang yang berpuasa, maka ia
mendapat pahala senilai pahala orang yang berpuasa itu, tanpa mengurangi
pahala orang yang berpuasa tersebut” (HR. Turmudzi dan An-Nasa’I).

Memberikan makan dan sedekah selama bulan Ramadhan ini bukan hanya untuk
keperluan ifthor melainkan juga untuk segala kebajikan. Rasulullah yang
dikenal dermawan dan penuh peduli terhadap nasib umat, pada bulan Ramadhan
kedermawanannya dan keperduliannya tampil lebih menonjol, kesigapan beliau
dalam hal ini bahkan dimisalkan sebagai ‘lebih cepat dari angin” (HR
Bukhori).


Memperhatikan Kesehatan
Shaum termasuk kategori ibadah mahdhah (murni). Sekalipun semikian agar
nilai maksimal ibadah puasa dapat diraih, Rasulullah justru mencontohkan
kepada umat agar selama berpuasa tetap memperhatikan kesehatan. Hal ini
terlihat dari beberapa peristiwa di bawah ini :

1. Menyikat gigi dengan siwak (HR. Bukhori dan Abu Daud).
2. Berobat seperti dengan berbekam (Al-Hijamah) seperti yang
diriwayatkan Bukhori dan Muslim.
3. Memperhatikan penampilan, seperti pernah diwasiatkan Rasulullah SAW
kepada sahabat Abdullah ibnu Mas’ud RA, agar memulai puasa dengan penampilan
baik dan tidak dengan wajah yang cemberut. (HR. Al-Haitsami).

Memperhatikan Harmoni Keluarga

Sekalipun puasa adalah ibadah yang khusus diperuntukkan kepada Allah, yang
memang juga mempunyai nilai khusus di hadapan Allah, tetapi agar hal
tersebut di atas dapat terealisir dengan lebih baik, maka Rasulullah justru
mensyari’atkan agar selama berpuasa umat tidak mengabaikan harmoni dan
hak-hak keluarga. Seperti yang diriwayatkan oleh istri-istri beliau, Aisyah
dan Ummu Salamah RA, Rasulullah adalah tokoh yang paling baik untuk keluarga
dimana selama bulan Ramadhan tetap selalu memenuhi hak-hak keluarga beliau.
Bahkan ketika Rasulullah berada dalam puncak praktek ibadah shaum yakni
I’tikaf, harmoni itu tetap terjaga.

Memperhatikan Aktivitas Da’wah dan Sosial

Kontradiksi dengan kesan dan perilaku umum tentang berpuasa, Rasulullah SAW
justru menjadikan bulan puasa sebagai bulan penuh amaliyah dan aktivitas
positif. Selain yang telah tergambar seperti tersebut di muka, beliau juga
aktif melakukan da’wah, kegiatan sosial, perjalanan jauh dan jihad. Dalam
sembilan kali Ramadhan yang pernah beliau alami, beliau misalnya melakukan
perjalanan ke Badr (th. 2 H), Mekkah (th. 8 H) dan ke Tabuk (th.9H),
mengirimkan 6 sariyah (pasukan jihad yang tidak secara langsung beliau
ikuti/pimpin), melaksanakan pernikahan putrinya (Fathimah) dengan Ali RA,
menikahi Hafsah dan Zainab RA, meruntuhkan berhala-berhala Arab seperti Lata
Manat dan Suwa’, meruntuhkan masjid Adh-Dhiror, dll.

Qiyam Ramadhan (Shalat Terawih)

Diantara kegiatan ibadah Rasulullah selama bulan Ramadhan ialah ibadah qiyam
al-lail (shalat Terawih) yang dilakukan bersama dengan para sahabat. Disaat
Rasulullah khawatir akan diwajibkannya sholat tarawih secara berjamaah,
akhirnya beliau tidak melakukannya sepanjang ramadhan (HR.Bukhari dan
Muslim). Pada saat Rasulullah SAW sholat tarawih berjamaah bersama sahabat,
banyak riwayat menyebutkan bahwa beliau sholat 11 rakaat dengan
bacaan-bacaan yang panjang (HR.Bukhari dan Muslim). Tetapi disaat
kekhawatiran akan diwajibkannya sholat tarawih tidak ada lagi, kita dapati
riwayat-riwayat lain, juga dari Umar bin Khattab menyebutkan jumlah rakaat
sholat tarawih adalah 21 atau 23 rakaat (HR.Abdur Rozzaq dan Baihaqi).

Menyikapi perbedaan rakaat ini, mari kita simak paparan salah seorang tokoh
dibidang ilmu hadits, Ibnu Hajar al Asqolani as Syafi’I, beliau mengatakan :
Beberapa riwayat yang sampai kepada kita tentang jumlah raka’at sholat
tarawih menyiratkan ragam sholat sesuai dengan keadaan dan kemampuan
masing-masing. Kadang ia mampu melaksanakan sholat 11 rakaat, kadang 21 dan
terkadang 23 rakaat, tergantung semangat dan antusiasmenya masing-masing.
Dahulu mereka sholat 11 rakaat dengan bacaan yang panjang sehingga mereka
bertelekan dengan tongkat penyangga, sedangkan mereka yang sholat 21 atau 23
raka’at, mereka membaca bacaan-bacaan yang pendek dengan tetap memperhatikan
masalah thuma’ninah, sehingga tidak membuat mereka sulit.

8. I’tikaf

Diantara amaliyah sunnah yang selalu dilakukan Rasulullah pada bulan
ramadhan adalah I’tikaf, yakni berdiam diri di masjid dengan niat beribadah
kepada Allah. Abu Sa’id al Khudri meriwayatkan bahwa Rasulullah pernah
melakukan I’tikaf pada awal ramadhan, pertengahan dan paling sering pada 10
hari terakhir bulan ramadhan. Ibadah yang penting ini sering dianggap berat
oleh kaum muslimim, sehingga banyak yang tidak melakukannya. Tidak aneh
kalau Imam az Zuhri berkomentar : Aneh benar keadaan orang Islam, mereka
meninggalkan I’tikaf, padahal Rasulullah tidak pernah meninggalkannya sejak
beliau datang ke Madinah sampai beliau wafat.

9. Lailatul Qadar

Selama bulan ramadhan terdapat satu malam yang sangat berkah, yang populer
dengan sebutan lailatul qadar, malam yang lebih berharga dari seribu bulan
(QS.Al Qodr:1-5). Rasulullah tidak pernah melewatkan bulan ramadhan untuk
meraih lailatul qodr terutama pada malam-malam ganjil pada 10 hari terakhir
bulan ramadhan (HR.Bukhari dan Muslim). Rasulullah SAW bersabda :
Barangsiapa yang sholat pada malam lailatil qodr berdasarkan iman dan
ihtissab, maka Allah akan mengampunkan dosa-dosanya yang telah lalu (HR
Bukhari dan Muslim). Ketika kita mendapatkannya, Rasulullah mengajarkan kita
untuk membaca doa berikut:
Çááåã Åäß ÚÝæ ÊÍÈ ÇáÚÝæ ÝÇ ÚÝ Úäì



10. Umrah

Umrah pada bulan ramdhan juga sangat baik dilaksanakan, karena akan
mendapatkan pahala yang berlipat-lipat, sebagaimana yang disebutkan dalam
hadits Rasulullah kepada seorang wanita dari Anshor yang bernama Ummu Sinan
: “Agar apabila datang bulan Ramadhan, hendaklah ia melakukan umrah, karena
nilainya setara dengan haji bersama Rasulullah SAW”.(HR.Bukhari dan Muslim).

11. Zakat Fithrah

Zakat Fithrah dibayar pada hari-hari terakhir ramadhan. Ia merupakan
kewajiban yang harus dipenuhi oleh seluruh komponen umat Islam, baik
laki-laki maupun perempuan, dewasa maupun anak-anak. (HR.Bukhari dan Muslim)

Zakat fithrah ini dibayarkan dengan tujuan untuk menyucikan orang yang
melaksanakan puasa dan untuk membantu kaum fakir miskin. (HR.Abu Dawud dan
Ibnu Majah).

12. Ramadhan bulan taubat menuju fithrah

Selama sebulan penuh, umat Islam berlomba kembali kepada Allah Yang Maha
Pemurah lagi Maha Pengampun. Allah mengatakan bahwa Dia setiap malam bulan
ramadhan membebaskan banyak hamba-Nya dari api neraka (HR.Tirmidzi dan Ibnu
Majah).

Oleh sebab itu, Ramadhan adalah kesempatan emas agar ketika mereka selesai
melaksanakan ibadah puasa, mereka benar-benar kembali kepada fithrahnya.





PANDUAN QIYAM RAMADHAN DAN SHALAT TARAWIH

Qiyam Ramadhan dan Sholat Tarawih adalah salah satu ibadah yang dianjurkan
Rasulullah SAW, tetapi terkadang pelaksanaannya dapat mengganggu ukhuwwah
Islamiyah, karena terdapat perbedaan pada beberapa hal. Oleh karena itu kami
membuat panduan ini agar umat Islam dapat memahami berbagai perbedaan
tersebut dan tidak terjadi perselisihan yang dapat merusak Ukhuwwah
Islamiyyah.

1. Anjuran Melaksanakan Qiyam dan Tarawih di Bulan Ramadhan

Merupakan anjuran Nabi SAW menghidupkan malam ramadhan dengan memperbanyak
sholat. Hal itu dapat terpenuhi dengan mendirikan Tarawih disepanjang malam
ramadhan. Fakta adanya pemberlakuan sholat Tarawih secara turun temurun
sejak Nabi SAW hingga sekarang merupakan dalil yang tidak dapat dibantah
kebenarannya. Oleh karena itu para ulama sepakat bahwa sholat tarawih itu
disyariatkan. Rasulullah SAW bersabda :

Úä ÃÈì åÑíÑÉ ÞÇá ßÇä ÑÓæá Çááå Õáì Çááå Úáíå æÓáã íÑÛÈ Ýì ÞíÇã ÑãÖÇä ãä ÛíÑ
Ãä íÃãÑåã ÈÚÒíãÉ æíÞæá ãä ÞÇã ÑãÖÇä ÅíãÇäÇ æÇÍÊÓÇÈÇ ÛÝÑ áå ãÇ ÊÞÏã ãä ÐäÈå
(ãÊÝÞ Úáíå)

Artinya : Dari Abu Hurairah menceritakan, bahwa Nabi SAW sangat menganjurkan
qiyam ramadhan dengan tidak mewajibkannya. Kemudian Nabi SAW bersabda :
“Siapa yang mendirikan sholat di malam Ramadhan dengan penuh keimanan dan
harapan maka ia iampuni dosa-dosa yang telah lampau”. (Muttafaq alaih,
lafadz Imam Muslim dalam shahihnya : 6/40)

2. Pemberlakuan Jamaah Sholat Tarawih

Pada awalnya sholat tarawih dilaksanakan Nabi SAW dengan sebagian sahabt
secara berjamaah di masjid Nabawi.Namun setelah berjalan tiga malam, Nabi
SAW membiarkan para sahabat melakukan tarawih secara sendir-sendiri. Hingga
dikemudian hari , ketika Umar bin Khattab menyaksikan adanya fenomena sholat
tarawih yang terpencar-pencar dalam masjid Nabawi, terbersit dalam hati Umar
untuk menyatukannya sehingga terbentuklah sholat tarawih berjamaah yang
dipimpim Ubay bin Kaab. Kisah ini terekam dalam hadits muttafaq alaih
riwayat A’isyah (al Lu’lu’ wal marjan :436).
Dari sini mayoritas ulama menetapkan bahwa sholat tarawih secara berjamaah
hukumnya sunnah. (Lihat Syarh Muslim oleh Nawawi :6/39)

3. Wanita Melaksanakan Tarawih

Pada dasarnya wanita lebih baik sholat di rumahnya, termasuk juga sholat
tarawih. Namun jika tidak ke mesjid dia tidak berkesempatan atau tidak
melaksanakannya maka kepergiannya ke mesjid untuk hal tersebut akan
mempereoleh kebaikan yang sangat banyak. Pelaksanaannya tetap memperhatikan
etika wanita ketika di luar rumah.


4. Jumlah Rakaat Tarawih

Dalam Riwayat Bukhari tidak menyebutkan berapa rakaat Ubay bin Kaab
melaksanakan tarawih. Demikian juga riwayat Aisyah –yang menjelaskan tentang
tiga malam Nabi SAW mendirikan tarawih bersama para sahabat- tidak
menyebutkan jumlah rakaatnya, , sekalipun dalam riwayat Aisyah lainnya
ditegaskan tidak adanya pembedaan oleh Nabi SAW tentang jumlah rakaat sholat
malam baik didalam maupun di luar ramadhan. Namun riwayat ini nampak pada
konteks yang lebih umum yaitu sholat malam. Hal itu terlihat pada
kecenderungan ulama dalam menempatkan riwayat ini pada bab sholat malam
secara umum. Misalnya Imam Bukhari meletakkannya pada Bab Sholat Tahajud,
Imam Malik pada bab Sholat Witir Nabi SAW. ( Lihat Fathul Bari 4/250 ;
Muwattha’ dalam tanwir Hawalaik :141).
Hal tersebut memunculkan perbedaan dalam jumlah rakaat Tarawih yang berkisar
dari 11, 13, 21, 23, 36 bahkan 39 rakaat.

Akar persoalan ini sesungguhnya kembali pada riwayat-riwayat sebagai
berikut :

1. Hadits Aisyah :
ãÇ ßÇä íÒíÏ Ýì ÑãÖÇä æáÇ Ýì ÛíÑå Úáì ÅÍÏì ÚÔÑÉ
Artinya : “Nabi tidak pernah melakukan sholat malam lebih dari 11 rakaat
baik di bulan ramadhan maupun di luar ramadhan”. (Al Fath : Ibid)

2. Imam Malik dalam Muwattha’nya meriwayatkan bahwa Umar bin Khattab
menyuruh Ubay bin Kaab dan Tamim ad Dari untuk melaksanakan sholat tarawih
11 rakaat dengan rakaat-rakaat yang sangat panjang. Namun dalam raiwayat
Yazid bin ar Rumman bahwa jumlah rakaat yang didirikan di masa Umar bin
Khattab 23 rakaat (Al Muwattha’ dalam Tanwirul Hawalaik :138)
3. Imam at Tirmidzi menyatakan bahwa Umar dan Ali serta sahabat lainnya
menjalankan sholat tarawih sejumlah 20 rakaat (selain witir). Pendapat ini
didukung oleh ats Tsauri,Ibnu Mubarak dan ay Syafi’ie (Lihat Fiqh Sunnah :
1/195).
4. Bahkan di masa Umar bin Abdul Aziz kaum muslimin sholat tarawih
hingga 36 rakaat ditambah wititr tiga rakaat. Hal ini dikomentari Imam Malik
bahwa masalah ini sudah lama menurutnya (alFath: Ibid)
5. Imam asy Syafi’I dari riwayat az Za’farani mengatakan bahwa ia
sempat menyaksikan umat Islam melaksanaka sholat tarawih di Madinah dengan
39 raka’at, dan di Makkah 33 rakaat, dan menurutnya hal tersebut memang
memiliki kelonggaran (al Fath : Ibid)

Dari riwayat diatas jelas akar persoalan dalam jumlah rakaat tarawih
bukanlah persoalan jumlah melainkan kualitas rakaat yang hendak didirikan.
Ibnu Hajar berpendapat :”Bahwa perbedaan yang terjadi dalam jumlah rakaat
tarawih muncul dikarenakan panjang dan pendeknya rakaat yang didirikan. Jika
dalam mendirikannya dengan rakaat-rakaat yang panjang maka berakibat pada
sedikitnya jumlah rakaat dan demikian sebaliknya “.
Hal senada juga diungkapkan oleh Imam asy Syafi’I : “Jika sholatnya panjang
dan jumlah rakaatnya sedikit itu baik menurutku. Dan jika sholatnya pendek,
jumlah rakaatnya banyak itu juga baik menurutku, sekalipun aku lebih senang
pada yang pertama”. Selanjutnya beliau juga mengatakan bahwa orang yang
menjalankan tarawih 8 rakaat dengan witir 3 rakaat dia telah mencontoh Nabi,
sedangkan yang menjalankan tarawih dengan 23 mereka telah mencontoh Umar,
generasi sahabat dan tabi’in.Bahkan menurut Imam Malik hal itu telah
berjalan lebih dari ratusan tahun.

Hal yang sama juga diungkap oleh Imam Ahmad bahwa tidak ada pembatasan yang
signifikan dalam jumlah rakaat tarawih melainkan tergantung panjang dan
pendeknya rakaat yang didirikan (Lihat Ibnu Hajar dalam Fathul Bari 4/250
dst).

Imam az Zarqani mencoba menetralisir persoalan ini dengan menukil pendapat
Ibnu Hibban bahwa tarawih pada mulanya 11 rakaat dengan rakaat yang sangat
panjang, namun bergeser menjadi 20 rakaat (tanpa witir) setelah melihat
adanya fenomena keberatan umat Islam dalam mendirikannya. Bahkan hingga
bergeser menjadi 36 (tanpa witir) dengan alasan yang sama (Lihat hasyiyah
fihqh sunnah :1/195)

Dengan demikian tidak ada alasan yang mendasar untuk saling berselisih
karena persoalan jumlah rakaat sholat tarawih, apalagi menjadi sebab
perpecahan umat yang bersatunya adalah sesuatu yang wajib. Jjika kita
perhatikan dengan cermat maka yang menjadi konsensus dalam sholat tarawih
adalah kualitas dalam menjalankannya dan bagaimana sholat tersebut
benar-benar menjadi media komunikasi antara hamba dengan Rabb-nya lahir dan
batin sehingga berimplikasi dalam kehidupan berupa ketenangan dan merasa
selalu bersam-Nya dimanapun berada.

Cara Melaksanakan Sholat Tarawih :

1. Dalam hadits Bukhari riwayat Aisyah menjelaskan bahwa cara Nabi SAW
dalam menjalankan sholat malam adalah dengan melakukan tiga kali salam,
masing-masing terdiri dari 4 rakaat yang sangat panjang ditambah 4 rakaat
yang panjang pula ditambah 3 rakaat sebagai penutup (Lihat Fathul Bari :
Ibid).
2. Bentuk lain yang mendapatkan penegasan secara qauli dan fi’li juga
menunjukkan bahwa sholat malam dapat pula dilakukan dua rakaat0dua rakaat
dan ditutup satu rakaat. Ibnu Umar menceritakan bahwa seorang sahabat
bertanya kepada Rasulullah SAW tentang cara Rasulullah SAW mendirikan
sholat malam, beliau menjawab : “sholat malam didirikan dua rakaat-dua
rakaat, jika ia khawatir akan tibanya waktu subuh maka hendaknya menutup
dengan satu rakaat. (Muttafaq alaih alLu’lu wal Marjan:432). Hal ini
ditegaskan fi’liyah (perbuatan) Nabi SAW dalam hadits Muslim dan Malik ra
(Lihat Syarh shahih Muslim 6/46-47, Muwattha’dalam Tanwir : 143-144)
3. Dari sini Ibnu Hajar menegaskan bahwa Nabi SAW terkadang melakukan
witir/menutup sholatnya dengan satu rakaat dan terkadang menutupnya dengan
tiga rakaat.

Demikianlah penjelasan seputar sholat tarawih dalam perspektif Islam semoga
bermanfaat.


HAL-HAL DI BULAN RAMADHAN YANG KHUSUS BUAT MUSLIMAH

A. Muqoddimah

Dalam Surah al Baqarah ayat 183, Allah SWT memerintahkan umat Islam untuk
melaksanakan puasa dengan tujuan menggapai taqwa. Perintah ini adalah umum,
artinya berlaku untuk laki-laki dan perempuan.
Tetapi dalam rincian pelaksanaan puasa, ada beberapa hal yang khusus untuk
wanita, karena adanya perbedaan fithrah antara laki-laki dan perempuan.
Kami memandang perlu untuk memuat hal ini, karena sering menjadi
permasalahan yang kadang-kadang membuat seorang muslimah ragu dalam
menentukan sikap.
Mudah-mudahan panduan ini bermanfaat.

B. Panduan Umum

1. Wanita sebagaimana pria disyariatkan memanfaatkan bul;an suci
ramadhan untuk banyak beribadah. Seperti memperbanyak membaca al Quran,
dzikir, doa, sedekah dan lain-lain, karena pada bulan ini seluruh amalan
akan dilipatgandakan pahalanya.
2. Mengajarkan kepada anak-anak akan pentingnya bulan ramadhan bagi
umat Islam, dan membiasakan mereka berpuasa secara bertahap (tadarruj),
serta menerangkan hukum-hukum puasa yang bisa mereka cerna sesuai dengan
tingkat kefahamam yang mereka miliki.
3. Tidak menghabiskan waktu hanya di dapur, dengan membuat berbagai
variasi makanan untuk berbuka. Memang diantara tugas wanita adalah
menyiapkan makanan berbuka, tetapi jangan sampai hal itu menguras seluruh
waktunya, karena ia juga dituntut untuk mengisi waktunya dengan beribadah
dan mendekatkan diri kepada Allah.
4. Melaksanakan sholat pada waktunya.

C. Hukum Berpuasa Bagi Muslimah

Berdasarkan keumuman Firman Allah dalam Surah al Baqarah ayat 183 serta
hadits Rasulullah SAW yang diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim, maka para
ulama sepakat bahwa hukum puasa bagi muslimah adalah wajib,apabila memenuhi
syarat-syaratnya, yaitu, berakal, baligh, mukim dan tidak ada hal-hal yang
menghalangi puasa.

D. Sholat Tarawih, I’tikaf dan Lailatul Qadar

Wanita diperbolehkan melaksanakan sholat tarawih di masjid jika aman dari
fitnah. Rasulullah SAW bersabda :” Janganlah kalian melarang wanita untuk
mengunjungi masjid-masjid Allah”. (HR.Bukhari). Perbuatan ini juga dilakukan
oleh ulama salafus saleh.
Namun demikian wanita diharuskan untuk berhijab (memakai busana muslimah),
tidak mengeraskan suaranya, tidak menampakkan perhiasan-perhiasannya, tidak
memakai wangi-wangian, dan hendaknya keluar setelah mendapatkan izin dari
suami atau orang tua.
Shaf wanita berada dibelakang shaf pria, dan sebaik-baik shaf wanita adalah
yang paling belakang (HR.Muslim).
Tetapi jika ia ke mesjid hanya untuk sholat, tidak untuk yang lainnya
seperti mendengarkan pengajian, mendengarkan bacaan al Quran yang dibacakan
dengan indah, maka sholat dirumahnya adalah lebih afdhol.
Wanita juga boleh melakukan I’tikaf baik dimasjid rumahnya maupun di masjid
yang lain bila tidak menimbulkan fitnah, tentunya setelah mendapat izin dari
suami atau orang tuanya. Untuk wanita, sebaiknya melakukan I’tikaf di masjid
yang menempel dengan rumahnya atau yang berdekatan dengan rumahnya serta
terdapat fasilitas khusus buat wanita.
Wanita juga diperbolehkan untuk berlomba menggapai lailatul qadar
sebagaimana yang pernah dilakukan oleh sebagian isteri Rasululah (Lebih
lanjut, lihat panduan I’tikaf dan lailatul qadar.

E. Haid dan Nifas

Wanita yang haid dan nifas tidak boleh berpuasa.
q Apabila haid atau nifas keluar meskipun sekejap sebelum maghrib, ia
wajib membatalkan puasanya dan mengqodho’nya (menggantinya) pada waktu yan
lain.
q Apabila ia suci pada siang hari, maka untuk hari itu ia tidak boleh
berpuasa, sebab pada pagi harinya ia tidak dalam keadaan suci.
q Apabila ia suci pada malam hari , maka ia wajib berepuasa disiang harinya
meskipun ia suci sesaat sebelum fajar dan baru sempat mandi setelah terbit
fajar.

F. Hamil dan Menyusui

1. Jika wanita hamil itu takut akan keselamatan kandungannya, ia boleh
berbuka. Apabila kekhawatiran ini terbukti dengan pemeriksaan secara medis
dari dua dokter yang terpercaya, maka hukum berbuka bahkan menjadi wajib,
demi keselamatan janin yang ada dalam kandungan.
2. Apabila ibu hamil atau menyusui khawaatir akan kesehatan dirinya, bukan
kesehatan anak atau janin, mayoritas ulama membolehkan ia untuk berbuka dan
ia wajib untuk mengqodho’ puasanya. Dalam kondisi seperti ini, ia diqiyaskan
seperti orang sakit.
3. Apabila ibu hamil atau menyusui khawatir akan keselamatan janin
atau anaknya, ia boleh berbuka. Setelah itu apakah ia wajib mengqodho’atau
membayar fidyah ? Para ulama berbeda pendapat dalam hal ini :
a. Ibnu Umar dan Ibnu Abbas membolehkan hanya dengan membayar fidyah, yaitu
memberi makan orang miskin setiap hari sejumlah hari yang ditinggalkan.
b. Mayoritas ulama hanya mewajibkan mengqodho’ puasa
c. Sebagian yang lain mewajibkan kedua-duanya, puasa dan qodho;
d. Dr.Yusuf Qordhowi dalam Fatawa Mu’ashirahnya mengatakan bahwa ia
cenderung kepada pendapat yang mengatakan cukup dengan membayar fidyah
(memberi makan orang miskin setiap hari), jika wanita yang bersangkutan
tidak henti-hentinya hamil dan menyusui.Artinya tahun ini hamil, tahun
berikutnya menyusui dan seterusnya, sehingga ia tidak mendapatkan kesehatan
untuk mengqodho’ puasanya. Llanju Dr. Yusuf Qordhowi, apabila kita membebani
wanita tersebut dengan juga mengqodho’ puasa yang tertinggal, berarti ia
harus berpuasa beberapa tahun berturut-turut setelah itu, dan itu sangat
memberatkan , sedangkan Allah tidak menghendaki kesulitan bagi hamba-Nya.

G. Wanita Yang Berusia Lanjut

Apabila puasa membuatnya sakit, maka dalam kondisi ini ia tidak boleh
berpuasa. Secara umum, orang yang sudah berusia lanjut tidak bisa diharapkan
untuk mengqodho’ puasanya pada tahun-tahun berikutnya,karena itu ia hanya
wajib membayar fidyah.

H. Wanita dan Tablet Pengentas Haid
Syeikh Ibnu Utsaimin, salah seorang ulama terkemuka Arab Saudi mengatakan
bahwa penggunaan obat yang dapat menunda haid tidak dianjurkan. Bahkan bisa
berakibat tidak baik bagi kesehatan wanita. Karena haid adalah hal yang
telah ditakdirkan bagi wanita, dan kaum wanita pada masa Rasulullah tidak
pernah membebani diri mereka dengan melakukan hal tersebut.
Namun apabila ada wanita yang melakukan hal ini, bagaimana hukumnya ? Ada
dua hal yang perlu menjadi perbincangan :
1. Apabila darah benar-benar terhenti, maka puasanya sah dan tidak
diwajibkan untuk mengulang puasa.
2. Tetapi apabila ia ragu apakah darah tersebut benar-benar berhenti
atau tidak, maka hukumnya seperti wanita haid, ia tidak boleh melakukan
puasa. (Masail ash Shiyam Hal.63 dan Jami’ul ahkam an Nisa :2/393)

I. Mencicipi Masakan

Wanita yang bekerja di dapur mungkin khawatir akan masakan yang diolahnya pada bulan puasa, karena ia tidak dapat merasakan apakah masakan tersebut keasinan, tawar atau yang lainnya. Bolehkah ia mencicipi masakan tersebut ? Para ulama memfatwakan tidak mengapa wanita mencicipi rasa masakannya, asal sekedarnya dan tidak sampai ke tenggorokan. Hal ini diqiyaskan dengan berkumur-kumur.(Jamiul ahkam an Nisa)

------------------------------------

===================================================
Menuju Ahli Dzikir, Ahli Fikir, dan Ahli Ikhtiar
===================================================
website: http://dtjakarta.or.id/
===================================================

Post a Comment

Please Select Embedded Mode To Show The Comment System.*

Previous Post Next Post