Kerabat Rasullullah Muhammad

Nabiyyul ummah Shalallaahu alaihi wasalam adalah seorang yang sangat
setia menjaga hubungan tali silaturrahim. Kesetiaan yang sulit
diungkapkan dengan kata-kata. Beliau adalah seorang yang memiliki
tanggung jawab yang sangat sempurna dalam hal itu. Sampai-sampai kaum
Quraisy memuji beliau dan menggelar beliau dengan sebutan Ash-Shadiq
Al-Amiin (yang jujur lagi sangat di percaya) sebelum beliau diangkat
menjadi rasul. Istri beliau tercinta, Khadijah radhiyallahu 'anha
melukiskan sifat beliau dengan ucapannya:
"Engkau adalah seorang yang suka menyambung tali silaturrahim dan selalu
berkata jujur."

Lihatlah! beliau Shalallaahu alaihi wasalam menunaikan hak yang paling
besar dan melaksanakan kewajiban yang paling utama, yaitu menziarahi
makam ibu beliau yang wafat pada saat beliau berusia tujuh tahun. Abu
Hurairah menuturkannya kepada kita:
Pada suatu ketika, Rasulullah Shalallaahu alaihi wasalam menziarahi
makam ibunya. Beliau menangis dan ikut menangis juga para sahabat
Radhiallaahu anhu yang ada di dekat beliau. Beliau Shalallaahu alaihi
wasalam lalu berkata:
"Aku telah meminta izin kepada Rabbku untuk memohonkan ampunan bagi
ibuku, namun Dia tidak mengizinkannya. Lalu aku minta izin untuk
menziarahi makamnya, Dia pun mengizinkannya. Berziarah kuburlah kamu,
sebab ziarah kubur mengingatkan kamu kepada hari kematian." (HR. Muslim)

Perhatikanlah, betapa besar kecintaan Rasulullah Shalallaahu alaihi
wasalam kepada karib kerabatnya. Demikian pula perhatian beliau untuk
mendakwahi, membimbing serta menyela-matkan mereka dari api Neraka.
Beliau Shallallahu' alaihi wasallam begitu tabah dalam menghadapi segala
macam kesulitan untuk hal itu.

Diriwayatkan dari Abu Hurairah Radhiallaahu anhu ia berkata: "Ketika
turun ayat "Dan berilah peringatan kepada karib kerabatmu yang
terdekat." (Asy-Syuara' 214). Beliau mengundang pemuka Quraisy. Setelah
mereka berkumpul, mulailah beliau memberikan pengarahan secara umum dan
khusus. Beliau berkata:
Wahai Bani Abdu Syams, wahai Bani Ka'ab bin Lu`ai, tebuslah diri kalian
dari api Neraka! Wahai Bani Murrah bin Ka'ab, tebuslah diri kalian dari
api Neraka! Wahai Bani Abdu Manaf, tebuslah diri kalian dari api Neraka!
Wahai Bani Hasyim, tebuslah diri kalian dari api Neraka! Wahai Bani
Abdul Muththalib, tebusah diri kalian dari api Neraka! Wahai Fathimah,
tebuslah dirimu dari api Neraka! sedikitpun aku tidak berguna bagimu di
hadapan Allah Subhanahu wa Ta'ala , hanya saja kalian memiliki hubungan
kekerabatan yang tetap aku pelihara baik." (HR. Muslim)

Beliau Shalallaahu alaihi wasalam tidak pernah bosan dan jemu mendakwahi
Abu Thalib, paman beliau. Berulang kali beliau menawarkan dakwah beliau
kepadanya, hingga beliau menemuinya saat menjelang kematiannya,
sebagaimana yang dikisahkan dalam riwayat di bawah ini:
Ketika Abu Thalib tengah menghadapi kematian, Rasulullah Shalallaahu
alaihi wasalam datang menemuinya, sementara Abu Jahal dan Abdullah bin
Abi Umaiyyah ada di dekatnya. Rasulullah Shalallaahu alaihi wasalam
berkata kepadanya: "Wahai pamanku, ucapkanlah "Laa Ilaaha Illallaah!"
sebuah kalimat yang akan aku jadikan hujjah untuk membelamu di hadapan
Allah!" Abu Jahal dan Abdullah bin Abi Umayyah mempengaruhinya dengan
ucapan: "Wahai Abu Thalib, apakah engkau tega membenci agama Abdul
Muththalib?" mereka berdua terus mempengaruhinya sehingga kalimat
terakhir yang diucapkan Abu Thalib adalah: "Aku wafat di atas agama
Abdul Muththalib!"

Rasulullah Shalallaahu alaihi wasalam pun berkata: "Aku akan terus
memohonkan ampun bagimu selama hal itu belum dilarang atasku!"

Hingga akhirnya turunlah ayat:
"Tiadalah sepatutnya bagi Nabi dan orang-orang yang beriman memintakan
ampun (kepada Allah) bagi orang-orang musyrik, walaupun orang-orang
musyrik itu adalah kaum kerabat(nya) , sesudah jelas bagi mereka,
bahwasanya orang-orang musyrik itu adalah penghuni Neraka Jahannam."
(At-Taubah: 113)

Lalu turun juga ayat:
"Sesungguhnya kamu tidak akan dapat memberi petunjuk kepada orang yang
kamu kasihi, tetapi Allah memberi petunjuk kepada orang yang
dikehendaki- Nya." (Al-Qashash: 56)
(Kisah tersebut diriwayatkan oleh Imam Ahmad, Bukhari dan Muslim dalam
kitab mereka).

Rasulullah Shalallaahu alaihi wasalam telah berulang kali mendakwahi Abu
Thalib semasa hidupnya. Hingga pada saat-saat terakhir menjelang
wafatnya. Kemudian beliau iringi dengan permohonan ampunan baginya
sebagai bentuk kebaikan dan kasih sayang beliau terhadapnya, hingga
turun ayat yang melarang hal itu. Beliau patuhi dan taati perintah Allah
Subhanahu wa Ta'ala , setelah itu beliau tidak lagi memanjatkan doa bagi
orang-orang musyrik meskipun dari kalangan kerabat beliau. Itulah bentuk
kasih sayang yang amat agung terhadap umat. Di lain pihak, itu juga
merupakan sikap loyalitas yang tinggi terhadap Dienul Islam serta bara'
(berlepas diri) dari orang-orang kafir dan musyrik meskipun berasal dari
kalangan keluarga dan kaum kerabat. Alangkah indah lantunan syair
berikut ini:

Beliau adalah seorang nabi yang diutus kepada kami.
Setelah kami tenggelam dalam keputus-asaan dan kekosongan para rasul.
Sementara berhala-berhala disembah di muka bumi.
Beliau datang sebagai pelita yang menerangi.
Sebagai pembimbing yang bersinar secerah kilatan pedang India.
Beliau memperingatkan kami dari siksa api Neraka.
Membawa kabar gembira berupa kenikmatan Surga.
Beliau bimbing kami kepada Islam.
Segala puji hanyalah milik Allah Subhanahu wa Ta'ala semata.

Sumber : Kitab Sehari di Kediaman RASULULLAH SHALLALLAHU' ALAIHI WASALLAM
karya Syaikh Abdul Malik bin Muhammad bin Abdurrahman Al-Qasim

Post a Comment

Please Select Embedded Mode To Show The Comment System.*

Previous Post Next Post