Pornografi dan Keseriusan Penegak Hukum Australia

*Opini*

Pornografi dan Keseriusan Penegak Hukum Australia
Izinkan saya memberikan tanggapan terhadap berita di sejumlah surat kabar
internasional dan Indonesia pada 14 Februari 2008 mengenai didendanya
seorang pilot Singapore Airlines sebesar Aus$ 12 ribu atau Rp 96 juta dan
seorang pilot Malaysia Airlines dengan denda Aus$ 6.000 karena menyimpan di
dalam laptop pribadinya gambar-gambar porno pemerkosaan disertai kekerasan
dan pornografi yang melibatkan anak-anak yang diketemukan oleh petugas
bea-cukai di Bandar Udara Adelaide. Peristiwa ini menunjukkan keseriusan
aparat penegak hukum Australia dalam memerangi pornografi yang melibatkan
anak serta kesadaran mereka bahwa dunia dan konvensi Perserikatan
Bangsa-Bangsa mengutuk kejahatan yang keji ini.

Bandingkan dengan peristiwa pemuatan gambar remaja sekolah menengah pertama
dan sekolah menengah atas (yang semestinya masih tergolong anak) bersanggama
di halaman depan Pos Metro, 16 Agustus 2007, yang diambil dari gambar video
yang di-upload ke Internet. Jika mengacu pada ukuran standar internasional,
mengedarkan gambar porno anak-anak merupakan kejahatan keji,
mempublikasikannya dalam koran umum adalah pelanggaran terhadap etika pers
dan juga kejahatan. Dan karena negara berkewajiban melindungi anak dari
eksploitasi seksual komersial atas dasar Undang-Undang Perlindungan Hak Anak
Tahun 2003, tanpa menunggu pengaduan pun sudah menjadi kewajiban aparat
penegak hukum untuk melacak dan mempidana pelaku produksi dan pengedarnya.

Pengaduan Aliansi Selamatkan Anak (ASA) Indonesia ke Kepala Kepolisian RI
dan Kepala Kepolisian Daerah mengenai pemuatan gambar sanggama remaja yang
nama-namanya pun bahkan disebut oleh Pos Metro kabarnya sudah diajukan ke
kejaksaan. Pengaduan ASA Indonesia pada September 2007 sampai sekarang belum
ada putusan. Bandingkan dengan cepatnya perkara pilot SQ dan MAS diputus.
Gambar-gambar ditemukan pada 9 Februari dan sanksi dijatuhkan oleh otoritas
Australia pada 11 Februari. Hanya tiga hari! Gambar-gambar porno para pilot
tersimpan dalam file laptop pribadi, sedangkan gambar porno anak dalam kasus
Pos Metro diterbitkan untuk konsumsi publik yang berdampak pada rasa susila
orang banyak.

Australia, negara multikultur dengan mayoritas penduduk yang beragama
Kristen, berprinsip dan punya moralitas. Sementara itu, Indonesia, negara
multikultur dengan mayoritas atau 90 persen lebih beragama Islam, "takut"
pada Undang-Undang Antipornografi karena segelintir orang yang khawatir atas
"kemungkinan" perpecahan bangsa, "kemungkinan" Islamisasi? Atau yang saya
khawatirkan semata karena ketidakpekaan akan bahaya pornografi yang sudah
nyata mengancam generasi muda, yang menjadi pemikiran seluruh dunia dari
Amerika Serikat sampai Cina (Cina pada 2007 menutup lebih dari 40 ribu situs
porno), dari Swedia (Swedia telah mempidanakan pelacuran di negerinya)
sampai Australia (yang berupaya sedapat mungkin melindungi anak-anak mereka
dari kebobrokan mental). Sudah waktunya kita sebagai bangsa tidak lagi
munafik.

*Inke Maris* Sekretaris Jenderal Aliansi Selamatkan Anak Indonesia Jakarta

Post a Comment

Please Select Embedded Mode To Show The Comment System.*

Previous Post Next Post