Islamisasi Ilmu

From: warnaislam@yahoogro ups.com
Profesor Dr Wan Mohd Nor Wan Daud, Akhlak Mulia Lewat Islamisasi Ilmu

Dekadensi moral pada zaman modern ini sudah mencerminkan kehidupan
jahiliyah. Manusia di dunia kini merasa modern, tapi penuh kebodohan
dalam memahami hakikat hidup.

Akhlak di berbagai negara yang berpenduduk mayoritas Muslim juga ikut
rusak. Salah satu penyebabnya, yakni tidak diaplikasikannya ajaran Islam
dengan baik. Itu terjadi karena pendidikan yang jauh dari nilai Islami.

Profesor pakar pendidikan asal Malaysia, Prof Dr Wan Mohd Nor Wan Daud,
mengajak semua kaum Muslimin untuk kembali mengamalkan nilai-nilai
Islam. Setiap orang tidak harus mengubah profesinya untuk menjadi ustadz
atau kiai. Tapi, tetap berprofesi sesuai bidang yang digelutinya dengan
menerapkan nilai Islam sehingga berakhlak mulia.

Konsep Islamisasi ilmu ini tidak hanya bisa diterapkan oleh umat Islam.
Masyarakat non-Muslim pun bisa menyerapnya.

Akhir Januari lalu, wartawan Republika, Arie Lukihardianti, sempat
mewawancarai guru besar, aktivis, motivator, dan penyair ini saat
singgah di kompleks Masjid Salman Institut Teknologi Bandung (ITB),
dalam safari diskusi, seminar, dan kuliah umumnya di berbagai perguruan
tinggi di Indonesia.

Anda sebenarnya ilmuwan biologi. Mengapa tertarik pada ilmu Islam?
S1 saya memang mengambil biologi. Setelah tamat, mengajar jadi guru
biologi di sekolah khusus di Malaysia. Namun, S2 saya menyambung ke ilmu
pendidikan. Khususnya, dalam bidang kurikulum dan pengajaran. Saya juga
aktif memahami ajaran Islam. Tapi, saya mendalami masalah ilmu
pendidikan itu tidak secara mutlak. Jadi, belajar ke salah satu dosen
saat di Chicago, USA. Di Chicago, saya belajar bahasa Arab, Parsi,
Jerman, dan Perancis.

Mengapa ingin memperdalam Islamisasi ilmu?
Saya anggap itu sebagai tanggung jawab seorang cendekiawan Muslim yang
mau menyumbang bagi bangsanya. Soalnya, kita sebagai umat Muslim harus
belajar Islam dengan baik. Saya memperdalam pelajaran Islam ini sebagai
tanggung jawab pribadi. Agar, bisa menjadi seorang guru yang benar-benar
baik.
Tapi, konsep mengenai Islamisasi ilmu yang dikembangkan di Salman
(Masjid Salman ITB) ini saya pahami kemudian, sebagai usaha pribadi
saya. Karena, sependapat dengan buku yang dibuat oleh salah satu guru
besar di ITB, yaitu Antara Bangsa Pemikiran dan Umat Islam.

Konsepnya Islamisasi ilmu ini berbeda dengan Arabisasi? Bisa Anda
jelaskan?
Memang, Islam bermula dari kandungan bahasa Arab. Islam adalah agama
yang alami, bisa masuk ke seluruh dunia, bangsa, dan bahasa. Untuk
setiap bangsa yang ingin memahami agama Islam, memang harus memahami
bahasa Arab saat mempelajari kandungan ayat Alquran. Tapi, Islamisasi
bukan Arabisasi. Islamisasi tidak sama dengan pengaraban. Walaupun untuk
mengamalkan Islam tidak jauh dari budaya Arab, tapi bukan berarti budaya
Arab yang dipahami itu Islam.

Jadi, maksudnya Islamisasi ilmu itu bagaimana?
Kita bisa memberdayakan bahasa dan budaya lokal. Tanpa harus berbudaya
sama dengan Arab, kita bisa mengangkat aspek-aspek budaya lokal ke
tingkat yang lebih tinggi. Tentunya, dalam kerangka pandangan alam,
akhlak, dan undang-undang Islam itu. Contoh, kalau Islam datang ke
budaya lain, memang kosakata Arab dimasukkan, misalnya, istilah Allah,
nabi, kitab, kertas, akal, zikir, dan pikir.
Tapi, Islam tidak menghapuskan bahasa-bahasa lokal. Bahkan, mengekalkan
bahasa lokal dan mengangkat ke taraf yang lebih tinggi. Misalnya, surga,
neraka, pahala, guru, asrama, jiwa, dan budi, itu semua bahasa Hindu dan
Budha. Tapi, Islam memasukkan pada kerangka alam bahkan mengangkat kata
itu lebih tinggi sebagai makna baru.

Selain bukan Arabisasi, menurut Anda Islamisasi ilmu juga bukan
anti-Barat?
Islamisasi ilmu tidak berbeda dengan menolak budaya Barat. Tapi,
Islamisasi ilmu justru memasukkan berbagai hal penting di budaya Barat
ke dalam pandangan kita. Tentunya, harus dalam rangka membentuk akhlak
dan syariat Islami.
Misalnya, dalam demokrasi kan ada asas kemanusiaan. Hak asasi manusia
(HAM) sebenarnya datang dari Barat. Namun, dalam mengaplikasikan HAM
tetap harus sesuai dengan Islam. Contohnya, keadilan pada wanita dalam
Islam berpikirnya dalam kerangka keluarga. Namun, bagi Barat keadilan
untuk wanita tidak berpikir dalam kerangka keluarga.

Dia tertarik mendalami Islamisasi ilmu ini sampai 1988. Kemudian, pindah
ke Universitas Kebangsaan Malaysia (UKM) sebagai dosen. Memegang jabatan
sebagai peneliti utama dan memimpin perbedaan epistemologi dan teori
Melayu.
Karya intelektualnya, antara lain, terwujud dalam 13 judul buku dan
lebih dari 30 artikel di jurnal lokal dan internasional.
Beberapa buku dan artikelnya sudah diterjemahkan ke bahasa Malaysia,
Indonesia, Turki, Jepang, Persia, Russia, Bosnia, dan Macedonia.

Kalau tentang konsep demokrasi sendiri bagaimana?
Di ilmu Islam, demokrasi juga baik, tapi tidak mutlak mengadopsi semua
konsep yang dibuat Barat. Demokrasi harus ada batasannya. Misalnya,
kalau rakyatnya bodoh dan jahat saat pemilihan umum (pemilu), di Islam
suara orang bodoh tidak sama dengan ulama. Jadi, di Islam demokrasi
konsepnya harus syuro (orang yang berilmu dan berakhlak). Suara syuro
lebih afdol daripada suara terbanyak.
Di Islam, hak yang bijak berbeda dengan suara masyarakat banyak. Saat
pemilihan, yang dihitung bukan suara orang. Antara suara kiai dan
maling, kalau demokrasi Barat perhitungannya sama. Padahal, di Islam
seharusnya suara ulama berbeda dengan yang bodoh.
Jadi, demokrasi dalam Islam harus dimasukkan seperti itu. Islamisasi,
walaupun mengacu pada pemahaman barat, tapi harus sesuai dengan
pemahaman Islam.

Bisa dijabarkan konsep Islamisasi sendiri seperti apa?
Islamisasi bukan kaidah epistemologi yang bersifat eksklusif yang
negatif, tapi inklusif yang berprinsip. Semua bangsa bisa mengambil
ide-ide agama Islam untuk disesuaikan dengan kondisi bangsanya.
Jadi, Islamisasi ilmu ini tidak hanya bisa mengambil aqidahnya. Semua
bangsa bisa mengambil nilai Islami yang terbaik bagi bangsanya.
Misalnya, negara Jepang dan Spanyol bisa menerapkan nilai Islam ini
tanpa memusuhi konsep Barat.

Tapi, kan pemahaman tentang Islam berbeda-beda dengan banyaknya aliran.
Agar pemahaman Islamisasi ilmu sama bagaimana?
Islam harus dijadikan sebagai akarnya ilmu. Semua masalahnya, misalnya
ekonomi dan perbankan, harus dipelajari oleh orang-orang yang
benar-benar paham terhadap ilmu itu. Masalah perbankan harus diajarkan
oleh orang yang benar-benar paham terhadap perbankan. Begitu juga,
dengan ilmu syariah dan tasawuf.
Jadi, tidak sembarang orang bisa mengajarkan ilmu-ilmu itu. Mereka harus
terlatih dalam bidangnya sehingga ilmu Islam, misalnya akhlak dan
tasawuf bisa dijelaskan juga.

Apa yang menyebabkan pemahaman tentang Islam berbeda?
Perpecahan yang sekarang ada merupakan perbedaan yang tidak baik.
Perbedaan itu terjadi karena pendapat yang berbeda tentang Islam.
Padahal, Islam bersifat global serta berlaku di seluruh bangsa.
Memang, Islam suatu sejarah yang besar. Kalau ajaran yang sudah ribuan
tahun ada dirombak begitu saja, akan terjadi perbedaan paham. Oleh
karena itu, yang mengajarkan paham Islam harus benar-benar orang yang
menguasai ajaran Islam. Karena, seharusnya paham Islam itu secara global
di seluruh dunia, sama.

Apa kendala untuk mengislamisasikan ilmu?
Pertama, ada pemahaman yang keliru di umat Islam tentang apa itu ilmu.
Mereka keliru tentang makna ilmu dan tujuan pendidikan. Ilmu dan opini
disamaratakan. Opini, mereka bilang ilmu.
Apa yang disepakati dan pendapat seseorang tentang sesuatu seharusnya
dibedakan. Tapi, sekarang disamaratakan, dianggap sebagai sebuah ilmu.
Asal ilmu itu disampaikan oleh Barat, misalnya Inggris dan Belanda, akan
dianggap sebagai kebenaran. Padahal, ilmu tersebut banyak yang hanya
berupa teori, dugaan, atau hipotesis.

Bisa Anda sebutkan ilmu apa yang seperti itu?
Salah satunya ilmu psikologi. Di teori psikologi, yang diletakkan
sebagai kebenaran manusia itu hanya jasad, emosi, dan meninggal. Tapi,
ruhnya tidak dianggap ada. Ruh itu, menurut teori psikologi, akan hilang
kalau tubuh hilang. Jadi, konsep yaumil akhirat tidak diterapkan.
Padahal, itu salah, tapi dianggap sebagai kebenaran yang mutlak.

Berarti umat Islam selama ini disesatkan?
Ya, betul untuk ilmu psikologi. Tapi, tidak semua ilmu yang datang dari
Barat salah semua. Pada umumnya, ilmu yang disesatkan biasanya berkaitan
dengan ilmu ruh manusia. Karena, mereka menyoroti cuma jasadi tidak
rohaniah.

Kalau konsep Islamisasi ilmu ini diterapkan, bisa jadi alternatif paham
baru?
Saya tegaskan sekali lagi, Islamisasi bukan anti-Barat atau anti yang
bukan Muslim. Tapi, Islamisasi untuk mengukuhkan identitas umat Islam
sedunia. Untuk memperkaya pengalaman keagamaan, akhlak, dan kemanusiaan
masyarakat dunia. Juga, membentuk keluarga Islami. Sehingga, bisa
menjadi politik yang Islami.
Islamisasi akan mengislamkan akhlak semua manusia bukan hanya cerdas
karena mempelajari buku teks. Jadi, Islamisasi akan mengubah ilmu,
akhlak, dan peradaban. Karena, tujuan Islamisasi untuk mengislamkan
akhlak agar jadi mulia.

Jadi, dengan kata lain, cerdas secara keilmuan tidak cukup?
Ya, kalau hanya cerdas menguasai ilmu bidang tertentu itu belum
sempurna. Misalnya, dia tahu ilmu tentang akhlak baik pada manusia.
Tapi, dia tidak baik pada pencipta-Nya. Maka itu, hanya menjadi
habluminannas (hubungan dengan manusia), tapi bukan habluminallah
(hubungan dengan Allah SWT). Kalau dia baik dengan membantu masyarakat
miskin, tapi tidak mengakui pencipta-Nya sendiri, tetap sudah melakukan
kekhilafan.
Kekeliruan besar yang menjangkiti orang terpelajar, mereka keliru bukan
karena bodoh. Melainkan, ada fakta yang benar disalahtafsirkan oleh
mereka.

Bagaimana mengaplikasikan Islamisasi ilmu, apa harus membuat kurikulum
khusus?
Memang dalam jangka waktu terbatas lima tahun, pendidikan itu tidak akan
bisa membuat seseorang menjadi ulama. Kita pun tidak seharusnya membuat
seorang menjadi kiai. Tapi, sudah seharusnya semua profesi dipegangi
dengan ilmu agama yang mantap. Misalnya, menjadi dokter harus juga
memahami Alquran, ilmu hadis, syariah, dan akhlak, sehingga bisa untuk
mewarnai dan mengaplikasikan amal mereka.
Kalau pemahaman Barat ada yang baik, umat Islam mau memasukkan dan
mengintegrasikan pun tidak apa-apa. Asal, payung yang digunakan tetap
harus Islami.

Dari mana memulai untuk mengaplikasikan Islamisasi ilmu?
Pusat paling strategis untuk Islamisasi ilmu ada di perguruan tinggi.
Memang, kita menganggap TK sampai SMA juga penting. Tapi, kan mereka
sebenarnya bergantung pada guru-guru yang mengajar mereka. Guru yang
mengajar TK sampai SMA, semuanya produk dari perguruan tinggi.
Penulis-penulis buku pun kebanyakan dibuat oleh (lulusan) perguruan
tinggi. Jadi, walaupun targetnya sekolah dasar, yang harus diubah
pertama adalah guru-gurunya. Semua ambiya harus mendidik golongan dewasa
itu.

Setelah menyelesaikan pendidikan S2 di The University of Chicago (AS),
Prof Wan Mohd Nor diundang oleh Syed Muhammad Naquib al-Attas untuk
mendirikan International Institute of Islamic Thought and Civilization
(ISTAC). Organisasi ini memberikan pendidikan formal dan nonformal,
termasuk menyediakan berbagai referensi bacaan untuk mahasiswa. Dari
1998-2002, dia menjabat deputy director of ISTAC.
Hingga saat ini, dia masih menjadi peneliti di Institute of the Malay
World and Civilization (ATMA), National University of Malaysia (UKM) di
Bangi.

Banyak orang yang fobia terhadap Islam. Bagaimana untuk menepis itu?
Mereka harus tahu, Islamisasi ilmu bukan berarti meninggalkan ilmu-ilmu
yang dibawa oleh non-Islam. Pikiran fobia sendiri muncul karena tiga
penyebab.
Penyebab pertama, mereka mempelajari perilaku Islam dari guru-guru yang
mempelajari Islam dengan sempit, sehingga menimbulkan pemahaman yang
keliru dan ketakutan. Kedua, dia tahu mengenai Islam, tapi tidak mau
mengaplikasikannya. Jadi, dia tahu Islam itu baik, tapi tidak mau karena
berkaitan dengan masalah akhlak yang dipengaruhi oleh kepentingan
ekonomi, politik, dan lain-lain.
Penyebab ketiga, dia tahu, dia mau, tapi memiliki masalah yang kompleks
pada agamanya dan terhadap paham lain.
Tiga alasan itu menyebabkan seseorang menjadi fobia terhadap Islamisasi.
Pertama, kejahilan; kedua, tidak jahil, tapi tidak mau; ketiga, dia
tidak jahil, mau, tapi punya masalah, misalnya kalau menerapkan konsep
Islam orang menganggap rendah dan sebagainya.

Apakah konsep Islamisasi ilmu ini sudah berjalan di Malaysia?
Proses Islamisasi di Malaysia memang mulai berlaku dalam hal tertentu,
karena politik kerajaan di Malaysia memberikan perhatian khusus pada
masalah pendidikan. Saya lihat di Indonesia pun usaha-usaha untuk
menerapkan pandangan Islam sudah ada. Namun, memang Malaysia lebih
memperhatikan pendidikan Islami ini. Misalnya, dalam hal yang melanggar
tata krama.
Kalau pejabat itu beragama Islam, mereka wajib merencanakan kemajuan
Islamisasi ilmu yang akan berdampak pada akhlak masyarakatnya. Tapi,
dalam menerapkan konsep Islamisasi ilmu itu tidak boleh mencampakkan hak
orang yang bukan Islam. Mereka harus diperlakukan seadilnya. Namun,
jangan sampai untuk menjaga hak non-Islam, hak orang Islam sendiri malah
dikorbankan.

Masyarakat non-Islam sendiri tidak perlu khawatir dengan Islamisasi
ilmu?
Islam menolak aliran sekulerisasi yang mengikis habis makna manusia dari
politik dan kemanusiaan. Sebenarnya, paham sekulerisasi ini musuh bagi
semua agama. Kalau Islamisasi berjalan baik, semua umat apa pun agamanya
akan mendukung. Kalau Islamisasi sukses, akan menjamin umat Islam lebih
berakhlak dan akan lebih menjamin hak-hak ekonomi serta politik semua
umat, termasuk non-Muslim.
Kalau memiliki akhlak yang baik dan bisa menjaga hati nurani, masyarakat
tidak akan memilih pemimpin yang rusak. Maka itu, semua negara akan
dipimpin oleh pemimpin yang baik.(republika. co.id)

Post a Comment

Please Select Embedded Mode To Show The Comment System.*

Previous Post Next Post